Sabtu, 24 April 2010

KLASIFIKASI IKLIM

Laporan Pr aktikum Agroklimatologi

KLASIFIKASI IKLIM

OLEH :
HARAPAN ILYAS

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSALAM, BANDA ACEH
2009

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Besarnya curah hujan mempengaruhi keadaan air tanah, aerasi, kelembaban, udara, dan secara tidak langsung juga menemukan jenis tanah sebagai media tumbuh tanaman oleh karenanya curah hujan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak meresap ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan mempunyai volume 1 liter. Apabila terdapat genangan maka hal tersebut akan menimbulkan permasalahan bagi tanaman. Genangan selain menimbulkan penurunan difusi O2 masuk ke pori juga akan menghambat difusi gas lainnya, misal keluarnya CO2 dari pori tanah. CO2 terakumulasi di pori, pada tanah yang baru saja tergenang 50% gas terlarut adalah CO2, sebagian tanaman tidak mampu menahan keadaan tersebut dampak kelebihan konsentrasi CO2 mempunyai pengaruh lebih kecil dibandingkan defisiensi O2. Pengaruh genangan pada tajuk tanaman yaitu: penurunan pertumbuhan, klorosis, pemacuan penuaan, epinasti, pengguguran daun, pembentukan lentisel, penurunan akumulasi bahan kering, pembentukan aerenkim di batang. Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Fase yang peka genangan adalah fase perkecambahan, fase pembungaan, dan pengisian..

1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari klasifikasi iklim ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara yang tepat untuk menentukan bulan yang sesuai di saat penanaman dalam dunia pertanian dan perkebunan.


II. TINJAUAN PUSTAKA
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002). Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Klasifikasi iklim mempunyai hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.Beberapa sistem klasifikasi iklim Sistem Klasifikasi Koppen, . Sistem Klasifikasi Oldeman, a. Sistem Klasifikasi Koppen Sistem Klasifikasi Mohr (Tjasyono (2004). Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar (Karim,1985)


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. table menurut Smitdth Frguson
tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
BK<60 mm 2 3 3 0 1 2 4 1 1 2
BL= 60-100mm 2 2 1 2 4 3 2 2 3 1
BB> 100 mm 8 7 8 10 7 7 6 9 8 9
jumlah 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
2. Tabel menurut klasifikasi Oldeman (1911)
Bulan Rata-Rata CH bulanan BB, BL, BK
Januari 131 BL
Februari 71 BK
Maret 86 BK
April 107 BL
Mei 166 BL
Juni 134 BL
Juli 103 BL
Agustus 111 BL
September 183 BL
Oktober 227 BB
Nopember 215 BB
Desember 281 BB




B. PEMBAHASAN
Klasifikasi menurut Smitdth Frgus
Q = 24, 05 %
BK = 1.9 %
BL = 2.2. %
BB =7.9 %
Schmidt dan Ferguson membagi iklim berdasarkan banyaknya curah hujan pada tiap bulan yang dirumuskan sebagai berikut :

Di Indonesia terbagi menjadi 8 tipe Iklim :
A. kategori sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropik,
B. kategori basah vegetasi hutan hujan tropik, nilai
C. kategori agak basah nilai vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, dengan nilai
D. kategori sedang dengan vegetasi hutan musim, nilai
E. kategori agak kering vegetasi hutan hujan tropik, nilai
F. kategori kering vegetasi hutan hujan tropik , nilai
G. kategori sangat kering dengan vegetasi padang ilalang, nilai
H. kategori luar biasa kering, nilai vegetasi padang ilalang.
Berdasarkan tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah tersebut tergolong ke dalam golongan B. Yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropik.


2. Klasifikasi menurut Oldeman
Konsep yang dikemukakan oleh Oldeman
1. padi sawah akan membuuhkan air rata-rata perbulan 145 mm dalam musim huajn
2. palawija membutuhkan air rata-rata 50 mm perbulan pada musim kemarau
3. hujan bulanan yang diharapkan mempunyai peluang kejadian 75% sama dengan 0.82 kali hujan rata-rata bulanan dikurangi 30.
4. hujan efektif untuk padi sawah adalah 100 %.
5. hujan efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman dengan tertup rapat sebesar 75 %.
Dengan konsep di atas maka di hitung pula hujan bulaqnan yang diperlukn untuk padi dan palawija (X) dengan menggunakan data jangka panjang yaitu :
Padi sawah : 145 =1,0(0,82X-30) X = 213 mm per bulan Palawija 50 =0,75 (0,82X-30) X = 118 per bulan
Nilai 213 dan 118 mm perbulan di bulatkan menjadi 200 dan 100 mm per bulan yang digunakan sebagai batas penentuan bulan basah dan bulan kering
BK : bulan dengan rata-rata curah hujan >200 mm BL : bulan dengan rata-rata curah hujan 100-200 mm BK : bulan dengan rata-rata curah hujan <100



Tipe Utama Klarifikasi Oldeman
Tipe Utama Bulan Basah Berturut-turut
A
B
C
D
E >9
7-9
5-6
3-4
<3
Tipe utama iklim di kota D tersebut adalah B,
Sub divisi Bulan Kering Berturut-turut
1
2
3
4 <2
2-3
4-6
>6

Terlihat bahwa sub divisi untuk tipe iklim di kota D tersebut adalah 2.
Kesimpulan : hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi.


IV. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan tentang klasifikasi iklim serta berdasarkan pembahasan oleh asisten - asisten praktikum,maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam melakukan pengamatan tentang klasifikasi iklim dibutuhkan atau diperlukan data tentang curah hujan minimal 10 tahun.
2. Dari pengamatan smith dan ferguson kota yang di teliti adlahdaerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis
3. dari hasil pengamatan di kota tersebut dengan menggunakan klarifikasi oldeman dapat di simpulkan bahwa, hanya satu kali padi atau satu nkali palawija setahun tergantung pada adanya air irigasi.


DAFTAR PUSTAKA
Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Lakitan,B.2002. jenis-jenis-hujan. PT RajaGravindo Persada: Jakarta.


Tjasyono,B.2004.Klimatologi. ITB, Bandung.

CURAH HUJAN DAN EVAPORASI

Laporan Praktikum Agroklimatologi

CURAH HUJAN DAN EVAPORASI
OLEH :
HARAPAN ILYAS

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSALAM, BANDA ACEH
2009

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata. Total curah hujan tahunan untuk kano (12oU) dari tahun 1916 sampai 1975. Ini adalah catatan curah hujan khas dengan variasi besar dan disertai periode-periode pendek di atas dan di bawah curah hujan rata-rata. Curah hujan rata-rata adalah 850 mm dan total tahunan berkisar dari 416 mm pada tahun 1975 sampai 1181 pada tahun 1931.
Evaporasi (penguapan) terjadi Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir.
Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah awan harus lebih rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air yang telah besar dan berat jatuh sebagai hujan
Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak meresap ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan mempunyai volume 1 liter.
Curah hujan sering disebut dengan presipitasi. Presipitasi adalah air dalam bentuk cair atau padat yang mengendap ke bumi yang selalu didahului oleh proses kondensasi atau sublimasi atau kombinasi keduanya yang sering dinyatakan dalam mm. Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan salju. Jumlah uap air yang terkandung dalam udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Kandungan uap air diatmosfer hanya kurang dari 2 % dari total volume di atmosfer. Kandungan uap air dapat bervariasi antara 0 % hingga 3 % didaerah lintang menengah dan dapat mencapai 4 % di daerah tropika basah.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum Penguapan Air (Evaporasi) dan Curah Hujan ini adalah untuk mengetahui dan mengenal alat yang diinginkan untuk mengukur curah hujan dengan cara membuat hujan buatan dan penguapan air yang terjadi setelah ditambahkan dengan curah hujan yang terjadi pada tempat pengamatan yang diinginkan serta cara penggunaannya.



II. TINJAUAN PUSTAKA
Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar (Karim,1985).
Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari permukaan tanah (jumin, 2002)
Alat pengukur hujan otomatis biasanya memakai prinsip pelampung, timbangan dan jungkitan. Keuntungan menggunakan alat ukur otomatis ini antara lain seperti, waktu terjadinya hujan dapat diketahui, intensitas setiap terjadinya hujan dapat dihitung, pada beberapa tipe alat, pengukuran tidak harus dilakukan tiap hari karena periode pencatatannya lebih dari sehari, dan beberapa keuntungan lain (Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005).
Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini berjalan terus hamper tanpa berhenti disiang hari dan kerap kali mdimalam hari, perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk evaporasi, proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung, awan merupakan penghalangan radiasi matahari dan penghambat proses evaporasi (Wahyuningsih, 2004).

II. METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
- Ombrometer Type Observatorium Alat dan Bahan yang digunakan untuk membuat hujan buatan dan untuk mengetahui penguapan (evaporasi) yaitu : - Panci Terbuka - Corong - Jerigen Air - Gelas Ukur 1000 ml

B. Cara Kerja
1. Ukur luas penampang
2. Tuangkan air secukupnya ke dalam dirigen (sebagai pengganti hujan)
3. Tuangkan air di dalam dirigen ke dalam gelas ukur
4. Ukur berapa volume air yang tertampung di gelas ukur
5. Lalu hitung volume air


HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. pengamatan curah hujan
No Hari (ulangan) Volume Gelas Ukur (ml) Curah Hujan (mm)
1 Senin (1) 300 31
2 Selasa (2) 650 68
3 Rabu (3) 460 48
4 Kamis (4) 565 59
5 Jum`at (5) 350 37
6 Sabtu (6) 680 71
7 Minggu (7) 700 82

Tabel 2. Pengamatan Evaporasi
No Hari (ulangan) Po (cm) Pi Eo CH
1 Senin (1) 4 3.5 36 31
2 Selasa (2) 3.5 3.2 71 68
3 Rabu (3) 3.2 3.0 30 48
4 Kamis (4) 3.0 2.5 64 59
5 Jum`at (5) 2.5 2.2 40 37
6 Sabtu (6) 2.2 1.8 75 71
7 Minggu (7) 1.8 1.5 76 82



B. Pembahasan
Grafik Curah Hujan
Grafik Evaporasi
Grafik evaporasi dan curah hujan

1. Curah hujan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dan mencermati setiap hasil pengukuran yang dilakukan selama 7 kali, dengan pengamatan curah hujan tertinggi padas hari ke 7 yaitu 700mm. Ini menunjukkan bahwa pada tanggal tersebut secara continue curah hujan bisa menyebabkan banjir, karena curah hujan lebih besar dibandingkan pada tanggal yang lain.
2. Evaporasi
Dari hasil praktikum dapat kita cermati bahwa semakin besar kadar evaporasi, maka semakin besar pula volume curah hujan yang akan turun nantinya. Besarnya evaporasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni cuaca, suhu udara, kelembaban relatif, angin, susunan air, luas permukaan, tekanan udara dan panas laten.
dari grafik dapat kita lihat bahwa pada hari ke 2 evaporasi mencapai 71 mm dan otomatis volume curah hujan akan sama.

3. Evaporasi dan curah hujan
Dari grafik bisa kita lihat bahwa evaporasi sangat erat kaitannya dengan curah hujan. Semakin besar evaporasi maka dihari berikutnya akan menghasilkan curah hujan yang sama pula.

KESIMPULAN

1. hasil percobaan dan pengamatan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm.
2. Dari hasil praktikum dapat kita cermati bahwa semakin besar kadar evaporasi, maka semakin besar pula volume curah hujan yang akan turun nantinya
3. Banyaknya curah hujan dipengaruhi oleh bayaknya evaporasi, curah hujan yang terlau banyak akan dapat membajiri bumi dan begitu pula sebalknya juka evaporasi sangat lama karena kemarau terus-menerus akan dapat mengakibatkan kekeringan..


DAFTAR PUSTAKA


Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Jumin, Hasan Basri. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologi. PTRaja Grafindo Persada, Jakarta

Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT RINEKA CIPTA, Jakarta.

Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Pabelan. Jakarta
Laporan Praktikum Agroklimatologi
RADIASI MATAHARI

OLEH :
HARAPAN ILYAS

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSALAM, BANDA ACEH
2009
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata. Total curah hujan tahunan untuk kano (12oU) dari tahun 1916 sampai 1975. Ini adalah catatan curah hujan khas dengan variasi besar dan disertai periode-periode pendek di atas dan di bawah curah hujan rata-rata. Curah hujan rata-rata adalah 850 mm dan total tahunan berkisar dari 416 mm pada tahun 1975 sampai 1181 pada tahun 1931.
Evaporasi (penguapan) terjadi Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir.
Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah awan harus lebih rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air yang telah besar dan berat jatuh sebagai hujan
Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak meresap ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan mempunyai volume 1 liter.
Curah hujan sering disebut dengan presipitasi. Presipitasi adalah air dalam bentuk cair atau padat yang mengendap ke bumi yang selalu didahului oleh proses kondensasi atau sublimasi atau kombinasi keduanya yang sering dinyatakan dalam mm. Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan salju. Jumlah uap air yang terkandung dalam udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Kandungan uap air diatmosfer hanya kurang dari 2 % dari total volume di atmosfer. Kandungan uap air dapat bervariasi antara 0 % hingga 3 % didaerah lintang menengah dan dapat mencapai 4 % di daerah tropika basah.
B. Tujuan Tujuan dari praktikum Penguapan Air (Evaporasi) dan Curah Hujan ini adalah untuk mengetahui dan mengenal alat yang diinginkan untuk mengukur curah hujan dengan cara membuat hujan buatan dan penguapan air yang terjadi setelah ditambahkan dengan curah hujan yang terjadi pada tempat pengamatan yang diinginkan serta cara penggunaannya.



II. TINJAUAN PUSTAKA
Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar (Karim,1985).
Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari permukaan tanah (jumin, 2002)
Alat pengukur hujan otomatis biasanya memakai prinsip pelampung, timbangan dan jungkitan. Keuntungan menggunakan alat ukur otomatis ini antara lain seperti, waktu terjadinya hujan dapat diketahui, intensitas setiap terjadinya hujan dapat dihitung, pada beberapa tipe alat, pengukuran tidak harus dilakukan tiap hari karena periode pencatatannya lebih dari sehari, dan beberapa keuntungan lain (Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005).
Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini berjalan terus hamper tanpa berhenti disiang hari dan kerap kali mdimalam hari, perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk evaporasi, proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung, awan merupakan penghalangan radiasi matahari dan penghambat proses evaporasi (Wahyuningsih, 2004).




II. METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
- Ombrometer Type Observatorium Alat dan Bahan yang digunakan untuk membuat hujan buatan dan untuk mengetahui penguapan (evaporasi) yaitu : - Panci Terbuka - Corong - Jerigen Air - Gelas Ukur 1000 ml
B. Cara Kerja
1. Ukur luas penampang
2. Tuangkan air secukupnya ke dalam dirigen (sebagai pengganti hujan)
3. Tuangkan air di dalam dirigen ke dalam gelas ukur
4. Ukur berapa volume air yang tertampung di gelas ukur
5. Lalu hitung volume air

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. pengamatan curah hujan
No Hari (ulangan) Volume Gelas Ukur (ml) Curah Hujan (mm)
1 Senin (1) 300 31
2 Selasa (2) 650 68
3 Rabu (3) 460 48
4 Kamis (4) 565 59
5 Jum`at (5) 350 37
6 Sabtu (6) 680 71
7 Minggu (7) 700 82

Tabel 2. Pengamatan Evaporasi
No Hari (ulangan) Po (cm) Pi Eo CH
1 Senin (1) 4 3.5 36 31
2 Selasa (2) 3.5 3.2 71 68
3 Rabu (3) 3.2 3.0 30 48
4 Kamis (4) 3.0 2.5 64 59
5 Jum`at (5) 2.5 2.2 40 37
6 Sabtu (6) 2.2 1.8 75 71
7 Minggu (7) 1.8 1.5 76 82



B. Pembahasan


Grafik Curah Hujan




Grafik Evaporasi





Grafik evaporasi dan curah hujan

1. Curah hujan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dan mencermati setiap hasil pengukuran yang dilakukan selama 7 kali, dengan pengamatan curah hujan tertinggi padas hari ke 7 yaitu 700mm. Ini menunjukkan bahwa pada tanggal tersebut secara continue curah hujan bisa menyebabkan banjir, karena curah hujan lebih besar dibandingkan pada tanggal yang lain.
2. Evaporasi
Dari hasil praktikum dapat kita cermati bahwa semakin besar kadar evaporasi, maka semakin besar pula volume curah hujan yang akan turun nantinya. Besarnya evaporasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni cuaca, suhu udara, kelembaban relatif, angin, susunan air, luas permukaan, tekanan udara dan panas laten.
dari grafik dapat kita lihat bahwa pada hari ke 2 evaporasi mencapai 71 mm dan otomatis volume curah hujan akan sama.

3. Evaporasi dan curah hujan
Dari grafik bisa kita lihat bahwa evaporasi sangat erat kaitannya dengan curah hujan. Semakin besar evaporasi maka dihari berikutnya akan menghasilkan curah hujan yang sama pula.


KESIMPULAN

1. hasil percobaan dan pengamatan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm.
2. Dari hasil praktikum dapat kita cermati bahwa semakin besar kadar evaporasi, maka semakin besar pula volume curah hujan yang akan turun nantinya
3. Banyaknya curah hujan dipengaruhi oleh bayaknya evaporasi, curah hujan yang terlau banyak akan dapat membajiri bumi dan begitu pula sebalknya juka evaporasi sangat lama karena kemarau terus-menerus akan dapat mengakibatkan kekeringan..



DAFTAR PUSTAKA


Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Jumin, Hasan Basri. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologi. PTRaja Grafindo Persada, Jakarta

Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT RINEKA CIPTA, Jakarta.

Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Pabelan. Jakarta

RADIASI MATA HARI

Laporan Praktikum Agroklimatologi

Hari : Rabu

Jam : 08.20-10.00WIB

Asisten : 1.Mawaddah

2. FitriYunita

RADIASI MATAHARI

Oleh :

Lias Harapan

NIM : 0805101050054

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSALAM, BANDA ACEH

2009

I. PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang terjadi di matahari. Energi radiasi matahari berbentuk sinar dan gelombang elektromagnetik. Spektrum radiasi matahari sendiri terdiri dari dua yaitu, sinar bergelombang pendek dan sinar bergelombang panjang. Sinar yang termasuk gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma, sinar ultra violet, sedangkan sinar gelombang panjang adalah sinar infra merah. Jumlah total radiasi yang diterima di permukaan bumi tergantung 4 (empat) faktor. 1.Jarak matahari. Setiap perubahan jarak bumi dan matahari menimbulkan variasi terhadap penerimaan energi matahari

Intensitas radiasi matahari yaitu besar kecilnya sudut datang sinar matahari pada permukaan bumi. Jumlah yang diterima berbanding lurus dengan sudut besarnya sudut datang. Sinar dengan sudut datang yang miring kurang memberikan energi pada permukaan bumi disebabkan karena energinya tersebar pada permukaan yang luas dan juga karena sinar tersebut harus menempuh lapisan atmosphir yang lebih jauh ketimbang jika sinar dengan sudut datang yang tegak lurus. 3. Panjang hari (sun duration), yaitu jarak dan lamanya antara matahari terbit dan matahari terbenam. 4 Pengaruh atmosfer. Sinar yang melalui atmosfer sebagian akan diadsorbsi oleh gas-gas, debu dan uap air, dipantulkan kembali, dipancarkan dan sisanya diteruskan ke permukaan bumi.

b. Tujuan Prakikum

Tujuan dilakuannya praktium ini adalah sebagai beriut:

Untuk mengetahui besarnya radiasi matahari di beberapa lokasi, yaitu di bawah tajuk tanaman dan di atas tajuk tanaman untuk jenis tanaman yang berbeda

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi menurut tempat dan waktu. Menurut tempat khususnya disebabkan oleh perbedaan letak lintang serta keadaan atmosfer terutama awan. ( Handoko, 1994 )

Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup misalnya pada manusia dan hewan. Juga akan berpengaruh pada metabolisme yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, misalnya pada tumbuhan. Penyinaran yang lebih lama akan memberi kesempatan yang lebih besar bagi tumbuha tersebut untuk memanfaatkanya melalui proses fotosintesis. ( Benyamin Lakitan, 1994 ) .

Pergeseran garis edar matahari menyebabkan peruban panjang hari ( lama penyinaran ) yang diterima pada lokasi-lokasi di permukaan bumi. Perubahan panjang hari tidak begitu besar pada daerah tropis yang dekat dengan garis ekuator. Semakin jauh letak tempat dari garis ekuator maka fluktuasi lama penyinaran akan semakin besar. ( Benyamin Lakitan, 1994).

Radiasi matahari yang diterima permukaan bumi persatun luas dan satuan waktu disebut isolasi atau kadang-kadang disebut radiasi global, yaitu radiasi langsung dari matahari dan radiasi yang tidak langsung ( dari langit ) yang disebabkan oleh hamburan dari partikel atmosfer. ( Bayong Tjasyono, 2004 ).

III. PROSEDUR PEKERJAAN

a. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah solrimeter

b. cara kerja

· dengan menggunakan solarimeter, lakukan pengamatan dan pengukuran radiasi matahari di beberapa lokasi (tipe lahan )yaitu dibawah tajuk tanaman dan diatas tajuk tanaman untuk jenis tanaman yang berada (pada tanaman bogenvil dan kelapa sawit).

· Untuk masing-masing tipe lahan diukur dan diamati radiasi matahari selama 5 menit, pengukuran dilakukan setiap 1 menit sekali (6 kali ulangan).

· Bandingkan variasi radiasi matahari untuk masing-masing tipe lahan.

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

a.Hasil

· Kelapa sawit ( Elaeis quinensis jack ) Dibawah tajuk tanaman

1,3 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,075 kw/m2 = 0,075w/m2x1000 = 75w/m2

2,1 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,122 kw/m2 = 122w/m2

1,1 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,063 kw/m2 = 63 w/m2

1,2 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,069 k w/m2 = 69 w/m2

· Kelapa sawit ( Elaeis quinensis jack) di atas tajuk

2,5 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,142 kw/m2 = 142 w/m2

2,7 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,156 kw/m2 = 156 w/m2

2,8 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,162 kw/m2 = 162 w/m2

3,1 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,180 kw/m2 = 180 w/m2

3,3 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,191 kw/m2 = 191 w/m2

3,6 mv/17,2 mv/kw/m2 = 0,209 kw/m2 = 209 w/m2

· Bgenvil di bawah tajuk.

2,0 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,141 kw/m2 =141 w/m2

1,7 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,120 kw/m2 = 120 w/m2

1,6mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,113 kw/m2 = 113 w/m2

1,4 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,992 kw/m2 = 992 w/m2

1,3 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,092 kw/m2 = 92 w/m2

· Bogenvil diatas tajuk

2,2 mv/14,1 mv/kw/m2 =0,156 kw/m2 = 156 w/m2

2,3 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,163 kw/m2 = 163 w/m2

2,6 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,184 kw/m2 = 184 w/m2

2,7 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,191 kw/m2 = 191 w/m2

2,9 mv/14,1 mv/kw/m2 = 0,205 kw/m2 = 205 w/m2

b. Pembahasan

Perbedaan penerimaan radiasi matahari pada setiap tanaman berbeda, seperti kita lihat pada datab yang di atas. Perbedaan antara di bawah tajuk dan di atas tajuk disebabkan oleh. Radiasi yang di berikan dari matahari.

Setiap tanaman memerlukan radiasi yang berbeda, karena nsuatu tanaman memerlukan radiasi yag berbeda.

Tabel 1. hasil pengamatan intensitas cahaya pada tanaman bogenvil nilai kalibrasi (14,1 MV/KW/m2)

No.

Lokasi(tipe lahan)

Jumlah ulangan radiasi w/m2

I

II

III

IV

V

VI

Rerata

ket

1

Di bawah tajuk

141

120

113

99

92

92

109

mendung

2

Di atas tajuk

141

156

163

184

191

205

173

mendung


Tabel.2. hasil pengamatan intensitas cahaya pada tanaman kelapa sawit nilai kalibrasi (17,2MV/KW/m2)

No.

Lokasi(tipe lahan)

Jumlah ulangan radiasi w/m2

I

II

III

IV

V

VI

Rerata

Ket

1

Di bawah tajuk

75

122

63

63

63

69

75

Mendung

2

Di atas tajuk

142

156

162

180

191

209

173

Mendung

V. KESIMPULAN

1. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa, nilai radiasi matahari diatas tajuk lebih besar dari pada nilai radiasi matahari dibawah tajuk.

DAFTAR PUSTAKA

Handoko. 1994. Klimatologi dasar. Pustaka jaya, Bogor.
Lakitan Benyamin. 1994. Dasar-dasar klimatologi. PT Rajagrafindo persada, Jakarta.
Tjasyono Bayong. 2004. Klimatologi. ITB, Bandung.